KAMPAR - Pengerjaan proyek peningkatan jalan AC-WC jalur HR Soebrantas menuju Kantor Bupati Kampar kembali terhenti setelah Senin kemarin sempat dihentikan oleh warga gang mengklaim sebagai pemilik lahan, pada hari ini Kamis (27/11/2025) pengerjaan di lanjutkan pihak pelaksana dan kembali dihentikan warga.
Mereka menegaskan tidak menolak pembangunan, namun meminta pemerintah Kabupaten Kampar menuntaskan pembayaran ganti rugi sebelum pekerjaan dilanjutkan.
Perwakilan keluarga Syahrul kepada awak media mengatakan persoalan lahan ini sudah berlangsung sejak era Bupati Jepri Noer.
“Kami dari dulu cuma satu permintaan: tolong diganti rugi hak kami. Dari awal sampai sekarang belum pernah diselesaikan,” kata Syahrul Kamus (27/11/2025).
Menurutnya, keluarga hanya sekali menerima pembayaran sekitar Rp 100 juta beberapa tahun lalu. Setelah itu tidak ada lagi penyelesaian yang jelas.
Turap Diizinkan Karena Pertimbangan Kemanusiaan
Ia menjelaskan pembangunan turap beberapa waktu lalu sempat diizinkan keluarga karena kondisi lokasi rawan longsor.
“Pak Hambali waktu itu meminta supaya jangan longsor lagi. Karena pertimbangan kemanusiaan, kami izinkan. Tapi perjanjiannya jelas: diganti rugi dulu. Nyatanya sampai sekarang tidak,” ujarnya.
Namun ia mengaku terkejut saat pekerjaan peningkatan jalan kembali dimulai tanpa adanya penyelesaian hak mereka.
Koordinasi Pernah Dilakukan, Tapi Tanpa Hasil
Pihak keluarga juga mengaku pernah dipanggil pemerintah daerah melalui salah satu anggota keluarga mereka, (Hendry). Namun pertemuan itu tidak menghasilkan keputusan apa pun.
“Dijanjikan akan diproses. Setelah itu tidak ada kabar lagi. Tahu-tahu pekerjaan langsung jalan,” katanya.
Ia menyebut sebagian pejabat memilih menghindar karena mengetahui status lahan masih bermasalah.
Bantah Klaim Pemda Soal Lahan Pramuka
Terkait isu bahwa lahan itu milik pramuka, pemilik lahan membantah.
“Surat kami lengkap. Dari surat dasar, SKT, semuanya ada. Semua unsur Muspida sudah mempelajari. Kalau surat kami tidak lengkap, sudah lama kami masuk penjara,” tegasnya.
Ia menjelaskan keberadaan gedung pramuka bermula dari peminjaman lahan di era Soeharto untuk percontohan penanaman pohon pinus.
“Itu dulu hanya pinjam, bukan ganti rugi. Kalau memang pernah diganti rugi, tunjukkan siapa membayar dan siapa menerima,” tegasnya.
Total luas lahan yang mereka klaim mencapai sekitar 8 hektare.
Pesan ke Bupati Kampar
Keluarga berharap Bupati Kampar Ahmad Yuzar turun tangan menyelesaikan persoalan ini.
“Kami bukan orang yang melawan pemerintah. Kami hanya minta hak kami dibayar dulu. Kalau sudah dibayar, silakan bangun apa saja,” ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana proyek peningkatan jalan HR Soebrantas menuju Kantor Bupati Kampar, Edi, mengungkapkan bahwa pihaknya menjadi pihak yang paling dirugikan akibat dua kali penghentian pekerjaan di lapangan. Penghentian tersebut terjadi karena persoalan klaim kepemilikan lahan dan ketidakjelasan penyelesaian ganti rugi.
Edi menjelaskan, penghentian pertama terjadi pada Senin (24/11/2025) saat pekerjaan pembersihan badan jalan berlangsung. Ketika itu, pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan datang ke lokasi dan meminta aktivitas dihentikan.
“Pekerjaan baru mulai pembersihan badan jalan, langsung diberhentikan karena ada yang mengklaim tanah tersebut,” ujar Edi.
Penghentian kembali terjadi pada Kamis (27/11/2025). Menurutnya, alasan utama penghentian adalah belum adanya kejelasan mengenai ganti rugi atas lahan yang terkena proyek peningkatan jalan tersebut.
“Untuk hari ini juga diberhentikan lagi, karena status ganti ruginya belum jelas. Ini membuat pekerjaan kami tertunda,” tambahnya.
Edi berharap persoalan ini segera mendapat titik terang. Ia menegaskan bahwa pihaknya sudah terikat dengan jadwal pelaksanaan, sementara proyek ini dikerjakan menggunakan anggaran tahun berjalan yang kini telah mendekati akhir tahun.
“Kami berharap ada solusi secepatnya. Waktu pelaksanaan sudah mepet karena sudah masuk akhir tahun anggaran. Kalau terus tertunda, tentu kami yang paling dirugikan,” tutupnya.
Tidak lama setelah terjadi penghentian pekerjaan, Kapolsek Bangkinang Kota Iptu Dr. Eko WN Besari turun ke lokasi untuk meredam suasana dan mencegah potensi konflik.
Menurut Eko, pihak Pemkab Kampar semestinya hadir menjelaskan duduk perkara agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Karena tidak ada titik temu di lapangan, Eko kemudian memediasi dan mengarahkan pihak terkait, Dinas PUPR Kampar, kontraktor, dan pemilik lahan untuk melakukan pertemuan.
“Besok pagi, Jumat (28/11), dijadwalkan pertemuan untuk mencari solusi dari persoalan ini,” ujarnya.
Sementara itu, upaya konfirmasi kepada pejabat Dinas PUPR Kampar, Afdal, melalui pesan WhatsApp tidak mendapat respons. Pesan yang dikirim bahkan tidak tersampaikan.
Berdasarkan papan informasi proyek, pekerjaan ini dilaksanakan oleh CV. Duta Mulia Artha dengan nilai kontrak sebesar Rp 4.084.728.000 melalui sumber dana APBD Kabupaten Kampar Tahun 2025.
Kontrak mulai berjalan pada 24 Oktober 2025 dengan masa pelaksanaan 68 hari kalender dan masa pemeliharaan 180 hari kalender. Konsultan pengawas proyek dipercayakan kepada CV. Mahesa Konsultan
(Dir)
#jalan HR soebrantas bangkinang #kontaktor #pemilik lahan